MONOGAMI DAN POLIGAMI
Tugas ini disusun guna Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah
MASAILUL FIQIH
Dosen Pengampu : M. Badaruddin, M.Pd.I
Disusun oleh:
Kelompok IV
Imam Mahmudi (1283381)
M. Zulhilmi Basyirudin (1168061)
Toni Yusuf Permadi (1284961)
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
JURAI SIWO METRO
2013
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur penulis
ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikann makalah ini yang berjudul “Monogami dan Poligami” dengan tepat waktu. Sholawat serta salam
tak lupa penulis sanjungkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang kita
nanti-nantikan syafa’atnya kelak di yaumul kiamah.
Penulis menyadari didalam pembuatan
makalah ini berkat bantuan dan tuntunan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak lepas
dari bantuan berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis
menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1.
Bapak M.
Badaruddin, M.Pd.I selaku dosen pengampu yang telah memberikan arahan kepada
kami dalam rangka penyelesaian makalah ini.
2.
Kepada orang
tua yang memotivasi kami sehingga makalah ini terselesaikan.
3.
Kepada
teman-teman dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT, maka penulis menyadari bahwa
dalam penyusunan dan penulisan makalah ini masih banyak kekuarangan dan
kesalahan, baik dalam penulisan maupun penyajian materi. Untuk itu kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan guna
penyempurnaan dalam penyusunan dan penulisan tugas kelompok ini dan tugas-tugas
selanjutnya.
Metro,
3 April 2014
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar................................................................................................... ii
Daftar isi............................................................................................................... iii
1.
Bab I
Pendahuluan..................................................................................... 1
a. Latar Belakang Masalah................................................................................. 1
b. Rumusan Masalah.......................................................................................... 2
c. Tujuan............................................................................................................. 2
2.
Bab II Pembahasan...................................................................................... 3
a.
Pengertian
Poligami............................................................................. 3
b.
Dasar Hukum
Poligami....................................................................... 3
c.
Alasan Monogami
Dan Poligami......................................................... 5
d.
Syarat Yang
Harus Dipenuhi Seseorang Yang Berpoligami............... 7
e.
Akibat Negatif
Dari Berpoligami........................................................ 10
3.
Bab III Penutup............................................................................................ 12
a. Kesimpulan ............................................................................................ 12
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Bangsa-bangsa dan agama-agama
sebelum Islam memperbolehkan kawin dengan jumlah perempuan yang sangat banyak,
puluhan hingga ratusan, tanpa syariat atau batasan tertentu. Setelah kedatangan
Islam, ditentukan batas dan syarat-syarat poligami itu.
Batasannya, Islam mengizinkan batas
maksimal empat orang istri. Ghailan Ats-Tsaqafi ketika masuk Islam, ia beristri
sepuluh orang. Nabi saw pun berkata kepadanya, “pilihlah empat diantaranya dan
tinggalkan sisanya” (Syafi’i, Ahmad, Turmudzi, Ibnu Majah, Ibnu Abi Syaibah,
Daruquthni, dan Baihaqi).
Demikian pula orang yang masuk Islam
dengan membawa Isteri delapan atau lima orang, Rasulullah saw melarang
mempertahankan kecuali empat orang diantaranya. Sedangkan perkawinan Rasulullah
saw dengan sembilan isteri, ini adalah kekecualian dari Allah swt berikan
kepada beliau untuk kebutuhan dakwah di masa hidupnya.
Islam membolehkan seorang suami
memiliki isteri lebih dari satu (berpoligami) tetapi tidak mewajibkannya. Oleh
karena itu islam tidak dengan mudah membolehkan poligami. Ada beberapa syarat,
ketentuan yang harus dipenuhi seorang suami bila hendak melakukan poligami,
diantaranya adalah sang suami harus memberikan tempat tinggal yang layak dan
memisahkan tempat tinggal itu dari isteri pertama, memberi nafkah yang adil
antara isteri-isteri, tidur secara adil diantara mereka dan memperlakukan
mereka dengan adil pula.
Dibawah ini akan kami jelaskan
tentang pengertian poligami, dasar hukum, alasan-alasan seseorang berpoligami,
syarat berpoligami dan dampak negatif yang mungkin timbul dari berpoligami.
B. Rumusan
Masalah
a)
Bagaimana
Pengertian Poligami?
b)
Bagaimana Dasar
Hukum Poligami?
c)
Bagaimana
Alasan Monogami Dan Poligami?
d)
Bagaimana
Syarat Yang Harus Dipenuhi Seseorang Yang Berpoligami?
e)
Bagaimana
Akibat Negatif Dari Berpoligami ?
C. Tujuan
Masalah
a)
Untuk
Mengetahui Poligami.
b)
Untuk
Mengetahui Dasar Hukum Poligami.
c)
Untuk
Mengetahui Alasan Monogami Dan Poligami.
d)
Untuk
Mengetahui Syarat Yang Harus Dipenuhi Seseorang Yang Berpoligami.
e)
Untuk Mengetahui
Akibat Negatif Dari Berpoligami.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN POLIGAMI
Kata Monogamy dapat dipasangkan dengan poligami
sebagai antonim, Monogamy adalah perkawinan dengan istri
tunggal yang artinya seorang laki-laki menikah dengan seorang
perempuan saja, sedangkan kata poligami yaitu perkawinan dengan dua orang
perempuan atau lebih dalam waktu yang sama.
Istilah poligami berasal dari bahasa
Inggris “poligamy” dan disebut “ta’addu duzzaujaati” dalam hukum Islam,
yang berarti beristeri lebih dari seorang wanita.[1]
Poligami berarti ikatan
perkawinan yang salah satu pihak (suami) mengawini beberapa lebih dari satu
istri dalam waktu yang bersamaan, bukan saat ijab qabul melainkan dalam
menjalani hidup berkeluarga, sedangkan monogamy berarti perkawinan yang hanya
membolehkan suami mempunyai satu istri pada jangka waktu tertentu.
B.
DASAR HUKUM POLIGAMI
1.
Hukum Menurut Al-Qur’an dan hadits
Sepakat ulama madzhab menetapkan
bahwa laki-laki yang sanggup berlaku adil dalam kehidupan rumah tangga,
dibolehkan melakukan poligami sampai empat isteri, a. a. al-Qur’an surat
an-Nisa ayat tiga (3)
yang
artinya “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
(hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah
wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika
kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak
yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat
aniaya”. [2]
b.
Hadits Nabi SAW
Bahwasanya Rasulullah saw berkata
kepada Ghailan bin Salamah ketika ia masuk Islam yang padanya ada 10 isteri,
milikilah 4 isterimu dan ceraikanlah yang lainnya (HR. An Nasaa’y).[3]
Demikian pula orang yang masuk Islam
dengan membawa Isteri delapan atau lima orang, Rasulullah saw melarang
mempertahankan kecuali empat orang diantaranya. [4]
Sedangkan perkawinan Rasulullah saw
dengan sembilan isteri, ini adalah kekecualian dari Allah swt berikan kepada
beliau untuk kebutuhan dakwah di masa hidupnya.[5]
Jelaslah
bahwa perkawinan Nabi Muhammad SAW dengan sembilan isterinya itu tidaklah
terdorong oleh motif memuaskan nafsu seks dan kenikmatan seks. Sebab kalau
motifnya demikian, tentunya Nabi mengawini gadis-gadisnya dari kalangan
bangsawan dan dari berbagai suku pada masa Nabi SAW masih berusia muda. Tetapi
kenyataannya adalah Nabi pada usia 25 tahun kawin dengan Khadijah seorang janda
umur 40 tahun dan pasangan suami isteri ini selama lebih kurang 25 tahun
berumah tangga benar-benar sejahtera dan bahagia dan mendapatkan keturunan, dua
anak laki-laki, tetapi meninggal masih kecil dan empat anak perempuan. [6]
2. Undang-Undang Perkawinan No 1 tahun 1974 (UU P)
Apakah memang poligami ini boleh, pantas atau tidak
mungkin dilakukan. Terkait dengan hal ini, kita lihat pasal 3 UU P: “(1) Pada asasnya seorang pria hanya boleh memiliki seorang
isteri. Seorang wanita hanya boleh memiliki seorang suami. (2) Pengadilan,
dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang
apabila dikendaki oleh pihak-pihak yang bersangkutan.” Dengan demikian pada
dasarnya kita menjunjung tinggi keagungan cinta suami istri yang pada saat
melangsungkan pernikahan pertama kali berasal dari satu suami satu istri.
Karena memang tidak dimungkinkan pernikahan pertamakali diadakan antara satu
suami dengan beberapa istri. Namun demikian hukum di Indonesia memungkinkan
untuk memperistri wanita idaman lain bagi suami dan sangat dilarang keras bagi
si istri untuk mempersuami pria idaman lain alias poliandri.
Lebih lanjut pasal 4 berbunyi: “(1) Dalam hal seorang
suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat
(2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan di
daerah tempat tinggalnya. (2) Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
hanya memberi izin kepada suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:
a. istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri; b. istri mendapat
cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; c. istri tidak dapat
melahirkan keturunan.”
C.
ALASAN-ALASAN MONOGAMI DAN POLIGAMI
Setiap
pilihan, baik monogami ataupun poligami, memiliki implikasi positif di samping
membawa konsekuensi resiko yang negatif. Karena umat manusia secara fitrah
mempunyai potensi positif dan negatif dari arah kedua kecenderungan tersebut.
Adanya watak cemburu kaum wanita, iri hati, dan suka mengeluh yang mudah timbul
dengan dalam kehidupan keluarga poligamis. Dengan demikian, poligami secara
empiris memang bisa menjadi sumber konflik antara isteri-isteri serta anak-anak
dari isteri-siterinya, maupun konflik antara isteri dan isteri serta
anak-anaknya masing-masing.[7]
Dibawah ini akan dikemukakan beberapa
alasan mengappa seseorang melakukan monogami dan alasan mengapa seseorang pria
melakukan poligami, diantaranya adalah :
1.
Alasan Monogami
a)
Tidak sanggup berlaku
adil
b) Tidak sanggup menafkahi
Surat An Nisa’ ayat 34
menegaskan bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi kaum perempuan. Dalam hadits
disebutkan pula bahwa laki-laki adalah pemimpin bagi keluarganya. Dan salah
satu kewajibannya adalah memberikan nafkah.
”Dan kalian wajib
memberi nafkah kepada mereka (para istri) dan memberi pakaian secara ma’ruf”
(HR. Muslim)
Maka bagi laki-laki yang
dengan satu istri saja tidak sanggup menafkahi dengan baik, sebaiknya ia tidak
melakukan poligami.
c)
Tidak sanggup
membahagiakan
Kebahagiaan adalah hal yang
dirindukan oleh siapa saja. Termasuk oleh orang yang menikah. Seorang perempuan
mengharapkan bisa berbahagia dalam pernikahannya. Demikian pula seorang
laki-laki.
d)
Tidak sanggup mengelola
kecemburuan
Wanita adalah makhluk
pencemburu. Kecemburuan antar-istri dalam berumah tangga bahkan terjadi dalam
kehidupan Nabi. Misalnya dalam kisah Nabi Ibrahim, antara Hajar dan Sarah.
Bahkan, dalam kehidupan Rasulullah. Bagaimana sampai menjatuhkan nampang, dan
sebagainya.
e)
Tidak sanggup mengatur
waktu
Jika seorang laki-laki
khawatir tidak sanggup mengatur waktu dengan bertambahnya istri, sebaiknya ia
monogami saja. Menikah dengan lebih dari satu istri artinya menambah kewajiban.
Menambah jumlah orang yang harus dipenuhi hak-haknya, bukan hanya masalah
materi tetapi juga perhatian dan kasih sayang yang seluruhnya membutuhkan
waktu. Termasuk kepada anak-anaknya dari seluruh istri.
2.
Alasan Poligami
a)
Untuk memberi
kesempatan bagi laki-laki untuk memperoleh keturunan dari isteri kedua, jika
isterinya yang pertama mandul.
b) Untuk menyelamatkan kaum wanita dari krisis akhlak. [8] Melacur, untuk menjadi umpan dan permainan kaum laki-laki yang rusak.
Muncullah pergaulan bebas yang mengakibatkan banyaknya anak-anak haram,
anak-anak temuan yang kehilangan hak-hak secara materi dan moral, sehingga
menjadi beban sosial bagi masyarakat.
c)
Untuk memberi
kesempatan bagi perempuan yang terlantar, agar mendapatkan suami yang berfungsi
untuk melindunginya, memberinya nafkah hidup serta melayani kebutuhan
biologisnya.
d)
Untuk menghindarkan
laki-laki dari perbuatan zina, jika isterinya tidak bisa di kumpuli karena
terkena suatu ppenyakit yang berkepanjangan.
Dari
beberapa alasan poligami yang telah dikemukakan diatas, memberikan keterangan
bahwa poligami yang dibolehkan dalam islam harus berlandaskan atau beralasan
serta bertujuan untuk melindungi laki-laki dan perempuan, bukan hanya memberi
peluang laki-laki yang tukang kawin tanpa mau bertanggung jawab. [9]
D. SYARAT
YANG HARUS DIPENUHI SESEORANG YANG BERPOLIGAMI
Syarat yang dituntut Islam dari
seorang muslim yang akan melakukan poligami adalah keyakinan dirinya bahwa ia
bisa berlaku adil diantara dua isteri atau isteri-isterinya dalam hal makanan,
minuman, tempat tinggal, dan nafkah serta kebutuhan biologis. Barang siapa
kurang yakin akan kemampuannya memenuhi hak-hak tersebut dengan seadil-adilnya,
haramlah baginya menikah dengan lebih dari satu perempuan. Allah swt berfirman,
“Dan
jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan
yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang
kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat
berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki.
Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”.
(An-Nisa’ : 3)
Beliau
saw. Juga bersabda,
“Barangsiapa
mempunyai dua isteri, sementara ia lebih condong kepada salah satu diantara
keduanya, maka pada hari kiamat nanti akan datang dengan menyeret salah satu
belahan tubuhnya yang terjatuh atau miring”.
(HR. Ahlus Sunan, Ibnu Hibban, dan Hakim). [10]
Miring yang diperingatkan dalam
hadits ini adalah ketidakadilan dalam hak-haknya, bukan sekedar kecenderungan
hati, karena yang disebut terakhir ini termasuk hal yang susah dipenuhi, bahkan
dimaklumi dan dimaafkan Allah swt, Allah swt berfirman,
“Dan kamu
sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri- istri (mu), walaupun
kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung
(kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung.
Dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka
sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (An-Nisa’ : 129)[11]
Karena
itulah, Rasulullah saw dahulu membagi-bagi secara adil dan berkata: “Ya
Allah, inilah pembagianku sebatas apa yang bisa aku miliki. Karena itu,
janganlah Kau siksa aku dalam hal yang Engkau miliki dan tidak aku miliki”.
(HR. Ashabus Sunan). [12]
Dan
apabila Rasulullah hendak berpergian, beliau saw mengundi mereka (kesembilan
isteri beliau). Barangsiapa diantara mereka namanya muncul, dialah yang berhak
ikut bersamanya. Beliau lakukan itu tidak lain kecuali untuk menghindari
penyesalan dan demi kelegaan hati semua pihak dari kesembilan isteri beliau
Rasulullah saw.[13]
Syarat-syarat
poligami antara lain :
a)
Kemampuan
melakukan poligami
b)
Berlaku adil
terhadap para isteri dalam hal pembagian giliran dan nafkah. Seorang lelaki
yang menikah menanggung berbagai kewajiban terhadap isteri dan anaknya termasuk
nafkah. Seorang lelaki yang melakukan poligami memikul tambahan kewajiban
nafkah dengan sebab bertambah isterinya.
D. AKIBAT NEGATIF DARI BERPOLIGAMI
Agama Islam, sebagai salah satu
agama yang mengizinkan praktek poligami, memberikan ketentuan-ketentuan yang
harus dipenuhi bagi seorang pria apabila mau melakukan poligami.
Di antara hikmah syariat Islam yang rahmatan
lil’alamin adalah ia tidak menetapkan prinsip monogami ataupun poligami
sebagai salah satu asas perkawinan dalam islam yang berorientasi kepada
pembinaan kehidupan rumah tangga yang harmonis, sejahtera dan bahagia dalam
bingkai sakinah, mawaddah dan rahmah. Bila kita yakini bahwa
pernikahan merupakan manivestasi ibadah, maka nilai ibadah sangat ditentukan
oleh niat dan caranya. Bila niatnya benar dan caranya ihsan maka akan bernilai
ibadah, demikian sebaliknya akan bernilai maksiat. Nilai ibadah bukan sekadar
pada kuantitasnya, namun juga kualitasnya dan pernikahan yang diridhoi dan
mendatangkan kebahagiaan lahir dan batin tidak dapat ditentukan dengan
kuantitas (satu atau lebih dari satu), melainkan oleh kualitas rumah tangga dan
prosesnya yang meliputi niat yang benar dan caranya yang ihsan (baik). [14]
Beberapa dampak negatif yang timbul
akibat berpoligami, antara lain:
a)
Dampak
Psikologis
Perasaan menyalahkan diri isteri karena merasa tindakan suami
berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan
biologis suami.
b)
Dampak Ekonomi
Rumah Tangga
Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Walaupun ada beberapa
suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, tetapi dalam
prakteknya lebih sering ditemukan bahwa suami lebih mementingkan istri muda dan
menelantarkan istri dan anak-anaknya terdahulu. Akibatnya istri yang tidak
memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi kebutuhan sehari-hari.
c)
Dampak Hukum
Seringnya terjadi nikah di bawah tangan (pernikahan yang tidak
dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama), sehingga
pernikahan dianggap tidak sah oleh negara, walaupun pernikahan tersebut sah
menurut agama. Pihak perempuan akan dirugikan karena konsekuensinya suatu
pernikahan dianggap tidak ada, seperti hak waris dan sebagainya.
d)
Dampak
Kesehatan
Kebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan suami atau istri
menjadi rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS), bahkan rentan
terjangkit virus HIV/AIDS.
e)
Kekerasan
Terhadap Perempuan
Baik kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis. Hal ini
umum terjadi pada rumah tangga poligami, walaupun begitu kekerasan juga terjadi
pada rumah tangga yang monogami.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Poligami adalah suatu bentuk perkawinan di mana seorang pria dalam waktu
yang sama mempunyai istri lebih dari seorang wanita. Ataupun Poligami berarti ikatan perkawinan yang salah satu pihak (suami)
mengawini beberapa lebih dari satu istri dalam waktu yang bersamaan, bukan saat
ijab qabul melainkan dalam menjalani hidup berkeluarga, sedangkan
monogamy berarti perkawinan yang hanya membolehkan suami mempunyai satu istri
pada jangka waktu tertentu.
Jika seseorang ragu mampu berperilaku adil dan mampu
memberi perlakuan yang sama untuk memenuhi hak-hak mereka sebagai isteri, maka
sebaiknya seorang suami memiliki isteri satu dan ia tidak diperkenankan
menikahi perempuan yang kedua dan seterusnya. Namun, bila seorang suami bisa
berlaku adil dan memberikan hak yang sama kepada kedua orang isteri atau lebih,
maka ia diperbolehkan menikahi isteri yang ketiga. Namun, pada dasar hukum
poligami yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan No 1 tahun 1974 (UU P)
terdapat syarat-syarat yang harus dipenuhi jika seorang suami ingin beristeri
lebih dari satu (berpoligami) dan juga wajib wajib mengajukan permohonan ke
Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
DAFTAR PUSTAKA
Mahyuddin, Haji, Masailul Fiqh,
Jakarta: Kalam Mulia, 2003
Qardhawi, Yusuf, Halal dan Haram
dalam Islam, Surakarta: Era Intermedia, 2000
Utomo, Setiawan Budi, Fiqh Aktual,
Jakarta: Gema Insani Press, 2003